Wednesday, February 27, 2013

Walter Mazzarri, Tuhan Baru Kota Naples


Tahun 2009, tahun ketiga sejak Napoli kembali ke seri-a, kasta dimana seharusnya klub sebesar Napoli berada, Mereka masih juga belum bisa menerobos masuk ke jajaran elit sepakbola italia. Ini mungkin membuat publik Napoli berpikir dan bertanya penuh ragu, apakah bisa hadir lagi kebanggan perihal sepakbola dari tanah mereka selain gairah sepakbola warganya --- yang memang selalu bergelora, Seperti 20an tahun yang lalu?

Oktober 2009, adalah satu waktu yang sepertinya akan menjawab keragu-raguan itu, hari yang akan mengawali sejarah kembalinya kedigdayaan kota Napoli yang lahir dari sepakbola, dari klub kebanggan mereka.

Adalah Walter Mazzarri, Pria berusia 51 tahun, yang lahir di sebuah kota bernama San Vincenzo, di wilayah Tuscany, Italia. Hari itu, dia dipercaya menjadi pengganti Roberto Donadoni, mantan pemain AC.Milan, yang tak mampu meyakini sang presiden dan hanya bertahan 8 bulan.

Keberhasilan membawa Sampdoria ke posisi 6 sekaligus lolos ke zona eropa di musim pertama, dan keberhasilan membawa klub yang sama ke final piala italia di tahun berikutnya, tampaknya sudah cukup untuk meyakinkan Presiden yang terkenal keras kapala, Aurelio De Laurentis --- yang juga seorang produser Film, untuk menunjuknya menjadi manager baru klub yang berdiri sejak 1926 itu.

Mazzarri, Pria berambut gelombang ini, sejak hari itu, pelan tapi pasti mampu mengangkat Napoli bukan hanya sekedar eksis di seri-a, bukan pula hanya sekedar menjadi kuda hitam, tidak, Mazzarri tahu itu tidak cukup, Napoli laik sejajar dengan klub-klub besar lainnya seperti Milan, Juventus, Inter, atau Roma. Mereka laik, persis seperti dua dekade lalu, saat klub ini pernah begitu berjaya dengan Diego Maradonna-nya.

Di musim pertamanya, Napoli dibawa bertengger di posisi 6 dan masuk zona eropa, prestasi yang membuatnya diganjar kontrak 3 tahun, di akhir musim. Di musim berikutnya? Napoli naik ke posisi ketiga dan masuk ke pentas tertinggi eropa, Liga Champions, tak hanya itu mereka pun melenggang ke babak perempat final setelah di fase grup finis kedua di bawah Bayern Muenchen dan atas klub kaya Manchester City!

Langkah mereka memang terhenti di perempat final, tapi mereka kalah dari klub yang akhirnya menjadi jawara, Chelsea, setelah sempat unggul aggregate 3-1, di leg pertama. Mengecewakan? Saya pikir tidak, karena di akhir musim balas “kesalahan”nya dengan membawa Napoli menjuarai Coppa Italia, mengalahkan Juventus di Final. Satu kemegahan yang dirindukan, yang tak pernah lagi dirasakan warga Napoli dalam kurun waktu yang lama.

Mazzarri menjabarkannya dengan sempurna, perihal pencapaian itu “diluar dari hasil pertandingan, yang jadi ukuran adalah kami menunjukkan kepada seluruh Eropa bahwa Napoli adalah tim yang matang di level tertinggi di Eropa.”

Sukses ini memang tidak lepas dari kinerja pemain macam, Marek Hamsik atau Edinson Cavani, ini juga terlihat pada puja-puji yang acap dialamatkan pada mereka, namun jelas, Walter Mazzarri adalah “The Unsung Hero”. Ia mendidik kedua pemain ini menjadi pemain dengan level dunia, Capello bahkan terang-terangan memuji Mazzarri soal perkembangan Cavani, yang dianggapnya telah menjadi striker komplet, persis seperti yang dilakukan Capello beberapa tahun lalu, terhadap seorang Zlatan Ibrahimovic.

Mazzarri sukses membuat Napoli memainkan sepakbola yang cepat dan bertenaga, dan yang lebih penting adalah mampu konsisten meraih kemenangan. Dengan formasi 3-4-3/3-5-2 (5-3-2 ketika bertahan dan 3-2-5 ketika menyerang) dah bahkan bisa menjadi 4-4-1-1, Napoli main deep dengan pressing ketat, passing-passing pendek yang cepat dari kaki ke kaki, pergerakan 2nd line, mengisi ruang, dan dua wing yang siap membantu ketika bertahan dan menyerang.

Dengan variasi permainan seperti ini, Ia isi komposisi tim dengan pemain-pemain yang tak hanya mengandalkan tehnik baik namun juga fisik yang prima, karena fleksibilitas permainan yang kerap terjadi pada formasi 3-4-3 Mazzarri, menuntut pemain harus memiliki itu, dibarengi dengan disiplin yang baik.

Mazzarri jelas memahami berbagai macam terapan skema, dan kemampuannya untuk mengedukasi pemain-pemainnya tentang sistem permainan yang berbeda-beda jelas menunjukkan kualitas seorang Mazzarri.

Dengan melihat komposisi pemain Napoli dari beberapa tahun sejak dilatih Mazzarri kita akan lihat keteguhan seorang Mazzarri dalam menentukan skema yang ia yakini tak hanya mampu membawa Napoli ke level yang lebih tinggi, tapi juga bertahan pada level itu, dan sejauh ini itu terbukti.

Keteguhan itu bisa kita lihat tidak hanya dari pemain yang selalu mengisi line-up tapi juga pemain-pemain yang didatangkan untuk menambal yang pergi. Kehilangan Gargano, mereka membeli Behrami dan Donadel, melepas Lavezzi, mereka mendatangkan Pandev dan calon bintang masa depan, Insigne, yang punya karakter yang sama. Semua harus sesuai dengan kebutuhan dan skema Mazzarri, dan bahwa transfer pemain tak boleh sia-sia.

Strategi yang ia terapkan, jelas terlihat dari karakter pemain yang ada, lihatlah ketangguhan De Sanctis di bawah mistar, lihatlah otot-otot Campagnaro, Britos, Rolando dan Cannavarro di belakang, tenaga kuda Inler, Maggio, Dzemaili, Donadel, Behrami, kecepatan Zuniga, Insigne, Armero dan Pandev, serta fisik prima yang ada pada trequartista Marek Hamsik dan juga dimiliki oleh finisher kelas ulung Edinson Cavani di depan. Semua terencana, semua harus sesuai dengan apa yang ada di kepala Mazzarri.

Cesare Prandelli punya pandangan yang sempurna soal Mazzarri, “apa yang hebat dari Mazzarri adalah dia mampu mengeluarkan semua potensi pemainnya tanpa merusak struktur dasar tim, bila anda memiliki system permainan yang dipercaya semua pemain, maka ini adalah hasil yang bisa dicapai.”

Dan musim ini, Napoli akhirnya sungguh-sungguh menunjukkan keseriusannya untuk kembali sebagai klub besar Italia, mereka tepat di bawah Juventus dalam persaingan merebut  scudetto (tertinggal 4 poin), yang berarti mengungguli klub-klub besar lainnya. Dua klub asal Milan dan dua klub asal Roma yang selama ini selalu jadi unggulan.

Memenangi 9 partai kandang, 3 kali imbang, dan hanya sekali kalah. Lawatan away mereka juga cukup baik, dengan 6 kemenangan, 3 kali imbang, dan hanya 2 kali kalah (dari Juve dan Inter). Catatan impresif lainnya adalah menghajar kuda hitam Palermo, home-away dengan total 6-0 dan penguasa-penguasa kota Roma, Lazio 3-0, A.S.Roma 4-1, keduanya di san paolo. Napoli jelas adalah pesaing utama dan satu-satunya, Juventus dalam perburuan scudetto musim ini.

Bagi saya, Walter Mazzarri adalah sosok yang tepat menukangi klub besar yang sudah “tak sabar” untuk segera kembali ke singgasananya, setelah cukup lama tertidur.

Di tahun terakhir masa kontraknya ini, publik Naples, mungkin sedang harap-harap cemas, akan kehilangan sosok seperti Mazzarri, namun sepertinya kata-katanya ini bisa mereka pegang,

“aku tak merasa perlu melatih klub seperti Juve, Milan atau Inter untuk membuktikan apa yang telah aku capai. Aku mengerti kalian normalnya ingin meraih lebih dengan bergabung dengan klub-klub besar itu, tapi menang adalah soal lain, sanggup menyelamatkan Reggina dari degradasi dengan banyak pengurangan poin juga berarti lebih bagiku”.

“Mazzarri adalah Tuhan dengan mantel hitam, Ia membuat semua orang percaya bahwa Naples lebih baik dari kota manapun soal sepakbola”. Siapa pernah mengatakan ini ya? Siapapun, anda setuju?

Tuesday, February 26, 2013

Milan vs Barca, Duel bergengsi yang tak lagi berapi-api?


(Tulisan 19 Februari, jelang Leg 1, Milan vs Barcelona)

Kamis dini hari nanti, waktu Indonesia bagian barat, akan berulang lagi untuk kelima kalinya dalam dua tahun terakhir, satu duel yang punya cerita panjang dalam sejarah sepakbola antar klub eropa, Milan vs Barcelona.

Ya, untuk yang kelima kalinya dalam dua tahun terakhir, sebuah catatan yang menarik, untuk dua klub besar Eropa. Duel sarat gengsi yang sudah barang tentu mendebarkan bagi kedua kubu, terlebih Milan, yang beberapa tahun terakhir, kualitasnya di atas rumput tidak pernah lebih meyakinkan dari Barcelona.

Kita hitung saja dari pertemuan di dua tahun terakhir itu, dalam empat pertemuan, Milan tercatat hanya mampu meraup 2 poin dari kemungkinan dua belas poin, Barca? 6 poin lebih banyak, 8.

Cukup menciutkan nyali, tertuma bagi klub dengan retasan sejarah seperti Milan, yang diaku banyak orang, sebenarnya sedikit lebih harum dari klub asal Spanyol tersebut.

Tapi bagi yang mengikuti duel ini, mungkin merasakan apa yang saya rasakan, bahwa duel ini tak pernah begitu keras dan berapi-api seperti laiknya dua klub besar bertempur? Kita flashback dari awal perjumpaan sejak Max Allegri menukangi Milan, dua setengah tahun silam..

Di jumpa pertama, yang berakhir 2-2, Milan sempat “menjanjikan” saat unggul cepat saat pertandingan belum sampai satu menit, melalui Pato, setelah itu pertandingan berjalan lambat sampai pelan-pelan Barcelona berbalik unggul 2-1.  Tempo tak juga meninggi di babak kedua bahkan hingga menit akhir, saat kedua klub sudah “malas-malasan” bermain dan sepertinya Barca terlihat akan memenangi laga, di satu peluang terakhir yang tidak disangka-sangka, dari satu tendangan penjuru, Milan berhasil menyamakan kedudukan, lewat sundulan Thiago Silva.

Di jumpa kedua, (mungkin adalah yang paling menggigit), kali ini Milan menjadi tuan rumah, Barca unggul 3-2. Beberapa hal menarik terjadi, gol Solo run Ibra dari sisi Alves, Boateng dengan gol kelas dunianya, Xavi dengan tendangan dari luar kotak pinalti, tempo dan emosi yang sedikit lebih panas, selebihnya? Satu gol bunuh diri Van Bommel, satu gol pinalti Leo Messi.

Di jumpa ketiga, kembali terjadi di san siro, di leg 1 babak perempat final, ini adalah laga yang paling “sopan”, dengan hasil kaca mata, 0-0.

Di jumpa terakhir, di leg kedua, Barca melibas Milan 3-1, satu pertandingan yang kehilangan gairahnya ketika Barca berhasil merubah skor 1-1, menjadi 2-1, melalui pinalti kedua Messi di babak pertama (“pelanggaran” berupa tarikan baju ringan Nesta pada pemain barca sebelum bola ditendang dari corner) dan ketiganya dalam 4 pertandingan terakhir. Sampai kemudian Iniesta melengkapi dominasi klubnya atas Milan di menit 53. 3-1.

“Lesu”nya tensi permainan, mungkin disebabkan banyak hal, namun rasa saling kagum dan hormat pada masing-masing, secara tidak sadar ikut mempengaruhi apa yang terjadi di lapangan, rasa saling menghormati? Ya, seperti yang berulang-ulang diutarakan pemain, pelatih, bahkan pejabat dari kedua kubu di media-media massa, seperti yang diutarakan Xavi, “Milan adalah klub hebat, dengan tujuh gelar liga champions”. Xavi jelas tidak sedang bersikap sopan, Ia hanya sadar bahwa Barca tak boleh jumawa, satu hal yang beresiko tapi seperti halnya resiko, jumawa juga berpeluang membuat Barca mempermalukan Milan, tentu dengan pegangan apa yang mereka punya sekarang.

Bagaimana harapan pada dua duel di depan nanti, akan seperti apa jalannya pertandingan? Sulit untuk menebak, setidaknya saya, hilangnya pemain-pemain yang berpotensi membawa permainan pada tensi tinggi, terutama dari kubu Milan, seperti Ibra, Cassano, Gattuso, atau Nesta, bisa jadi akan semakin memperparah, terlebih duel ini juga akan kehilangan Mario Balotelli dan David Villa, dua pemain yang punya potensi membuat pertandingan jadi sebuah pertempuran (Milan juga masih menunggu kepulihan El Sharaawy).

Sekarang kita lihat sedikit catatan kedua kubu di laga home and away musim ini?

Torehan Milan musim ini di san siro, di ajang Liga Champions sangat buruk, hanya mampu meraup 2 dari kemungkinan 9. Namun, angin positif datang dari 6 pertandingan terakhir mereka di san siro, mereka sanggup meraup poin maksimal, 18 poin, mencetak 13 gol dan kebobolan 5 gol. Bahkan poin yang diraih Milan di tahun 2013 ini, lebih banyak dari klub manapun di seri-a, termasuk Juventus, sang pemuncak klasemen. Bekal yang mungkin bisa mengangkat moril anak asuh Max Allegri itu.

Nah, yang jadi soal adalah torehan barca di laga away mereka musim ini begitu meyakinkan, hanya 1 kali kalah, mereka mencatat 2 imbang dan 11 kali menang, mencetak 40 gol dan kemasukan 18 di 13 laga. Dengan total memenangi 21 dari 24 pertandingan di liga musim ini, membawa mereka bertengger di puncak klasemen, unggul 16 poin dari seteru abadi real Madrid yang berada di posisi ketiga, dan 12 poin dari peringkat kedua, Atletico Madrid (Di Liga Champions, dari 3 laga away, Barca meraup 6 poin dari maksimal 9).

Sulit untuk tidak mencatut Lionel Messi pada tulisan ini, kendati Leo punya catatan yang tidak mengkilau jika bersua dengan klub asal Italia, dengan hanya mencetak 3 goal (semua pinalti) dari 8 pertandingan, Messi berandil besar pada catatan positif Barca di laga away musim ini, di la liga, Messi dengan luar biasanya telah mencetak 21 gol di 13 pertandingan (terdepan di liga eropa), satu torehan yang akan membuat barisan pertahanan Milan (yang tidak terlalu baik musim ini), akan sulit tidur di malam-malam sebelum pertandingan.

Tak sabar menyaksikan laga ini? Satu laga yang dinanti pecinta sepakbola, besar kemungkinan pula san siro akan penuh sesak oleh penonton (ironisnya belum pernah terjadi di musim ini, bagi tuan rumah), tapi bagaimanapun juga, seperti yang saya singgung di sepanjang tulisan, jangan terlalu berharap banyak, karena mungkin duel ini akan berlangsung sama seperti dua tahun terakhir, Mereka tak akan saling “membantai” laiknya sebuah pertempuran besar penuh gengsi yang mempertaruhkan kehormatan.

Peran Kecil yang Sangat Saya Nikmati


(Tulisan 2010, jelang Final Piala AFF)

"dalam hidup kita memiliki peran masing-masing, tidak semua menjadi dokter, tidak semua menjadi presiden, tidak semua menjadi kaya, tidak semua menjadi orang jadi miskin..", ujar seorang supir angkot yang angkotnya berjasa besar mengantarkan saya ke depan komplek, saat hujan deras melanda Bogor beberapa minggu yang lalu. mungkin beberapa dari kalian setuju mungkin juga tidak, tapi saya cenderung untuk mengiyakan saja ucapannya itu saat ini. ya, untuk saat ini setidaknya.


Sedari jaman SD dulu selalu menyenangkan bagi saya mendukung dari pinggir lapangan teman-teman yg berjuang atas nama kelas dan sekolah, menganggap teman-teman saya yang hebat itu sebagai pahlawan yang berjuang atas nama baik 'rumah' kami dimana kami dan tentu juga saya sebagai penghuninya. Meneriaki lawan, menghampiri teman teman yg merayakan gol sampai komat kamit dan menangis tepat di belakang gawang saat tim saya menang di menit menit terakhir pernah saya lakukan..sebuah perasaan yang tidak bisa diuraikan dengan kata-kata, kumpulan rasa yang membuat gila, kumpulan rasa yang mampu meneteskan air mata secara tak terduga.

saat ini..disini..di stadion Gelora Bung Karno..perasaan-perasaan 'special' itu kembali saya rasakan. dipentas yang lebih besar..dan 'teman-teman' yang saya dukung itu juga tidak saya kenali tapi saya tetap menganggap mereka sebagai pahlawan, pahlawan yang berjuang atas keharuman dan kadamaian  'rumah' mereka sendiri, saya dan kalian semua, Indonesia.

Christian Gonzales pernah bilang bahwa apa yang dilakukannya adalah sebuah tugas negara, kalu begitu kitapun bisa memilih bahwa dukungan dan doa yang saya, anda, kita semua lakukan, di Gelora Bung Karno, di warung-warung kopi, di rumah kalian sekalipun atau dimanapun kalian berada adalah sebuah tugas negara.

semoga ujung dari semua ini adalah saya bisa menangis bahagia bersama kalian semua puluhan ribu atau maaf..jutaan teman-teman di seluruh penjuru negeri dan mengingat masa ini untuk diceritakan pada anak cucu kita nantinya.

tak perlu meributkan atau menyinggung soal Nasionalisme, atau apapun itu..karena bagi saya Nasionalisme atau Patriotisme adalah urusan yang sangat pribadi yang tak pantas di singgung/dipertanyakan oleh pihak-pihak manapun kecuali diri kita sendiri.

jadi, mari lakukan tugas negara ini dengan baik kawan :D