Tahun 2009, tahun
ketiga sejak Napoli kembali ke seri-a, kasta dimana seharusnya klub sebesar
Napoli berada, Mereka masih juga belum bisa menerobos masuk ke jajaran elit
sepakbola italia. Ini mungkin membuat publik Napoli berpikir dan bertanya penuh
ragu, apakah bisa hadir lagi kebanggan perihal sepakbola dari tanah mereka
selain gairah sepakbola warganya --- yang memang selalu bergelora, Seperti 20an
tahun yang lalu?
Oktober
2009, adalah satu waktu yang sepertinya akan menjawab keragu-raguan itu, hari
yang akan mengawali sejarah kembalinya kedigdayaan kota Napoli yang lahir dari
sepakbola, dari klub kebanggan mereka.
Adalah
Walter Mazzarri, Pria berusia 51 tahun, yang lahir di sebuah kota bernama San
Vincenzo, di wilayah Tuscany, Italia. Hari itu, dia dipercaya menjadi pengganti
Roberto Donadoni, mantan pemain AC.Milan, yang tak mampu meyakini sang presiden
dan hanya bertahan 8 bulan.
Keberhasilan
membawa Sampdoria ke posisi 6 sekaligus lolos ke zona eropa di musim pertama,
dan keberhasilan membawa klub yang sama ke final piala italia di tahun
berikutnya, tampaknya sudah cukup untuk meyakinkan Presiden yang terkenal keras
kapala, Aurelio De Laurentis --- yang juga seorang produser Film, untuk
menunjuknya menjadi manager baru klub yang berdiri sejak 1926 itu.
Mazzarri, Pria
berambut gelombang ini, sejak hari itu, pelan tapi pasti mampu mengangkat Napoli
bukan hanya sekedar eksis di seri-a, bukan pula hanya sekedar menjadi kuda
hitam, tidak, Mazzarri tahu itu tidak cukup, Napoli laik sejajar dengan
klub-klub besar lainnya seperti Milan, Juventus, Inter, atau Roma. Mereka laik,
persis seperti dua dekade lalu, saat klub ini pernah begitu berjaya dengan
Diego Maradonna-nya.
Di musim
pertamanya, Napoli dibawa bertengger di posisi 6 dan masuk zona eropa, prestasi
yang membuatnya diganjar kontrak 3 tahun, di akhir musim. Di musim berikutnya?
Napoli naik ke posisi ketiga dan masuk ke pentas tertinggi eropa, Liga
Champions, tak hanya itu mereka pun melenggang ke babak perempat final setelah
di fase grup finis kedua di bawah Bayern Muenchen dan atas klub kaya Manchester
City!
Langkah
mereka memang terhenti di perempat final, tapi mereka kalah dari klub yang akhirnya
menjadi jawara, Chelsea, setelah sempat unggul aggregate 3-1, di leg pertama. Mengecewakan?
Saya pikir tidak, karena di akhir musim balas “kesalahan”nya dengan membawa
Napoli menjuarai Coppa Italia, mengalahkan Juventus di Final. Satu kemegahan
yang dirindukan, yang tak pernah lagi dirasakan warga Napoli dalam kurun waktu
yang lama.
Mazzarri
menjabarkannya dengan sempurna, perihal pencapaian itu “diluar dari hasil pertandingan, yang jadi ukuran adalah kami
menunjukkan kepada seluruh Eropa bahwa Napoli adalah tim yang matang di level
tertinggi di Eropa.”
Sukses ini
memang tidak lepas dari kinerja pemain macam, Marek Hamsik atau Edinson Cavani,
ini juga terlihat pada puja-puji yang acap dialamatkan pada mereka, namun jelas,
Walter Mazzarri adalah “The Unsung Hero”.
Ia mendidik kedua pemain ini menjadi pemain dengan level dunia, Capello bahkan
terang-terangan memuji Mazzarri soal perkembangan Cavani, yang dianggapnya
telah menjadi striker komplet, persis seperti yang dilakukan Capello beberapa
tahun lalu, terhadap seorang Zlatan Ibrahimovic.
Mazzarri
sukses membuat Napoli memainkan sepakbola yang cepat dan bertenaga, dan yang
lebih penting adalah mampu konsisten meraih kemenangan. Dengan formasi 3-4-3/3-5-2
(5-3-2 ketika bertahan dan 3-2-5 ketika menyerang) dah bahkan bisa menjadi
4-4-1-1, Napoli main deep dengan pressing ketat, passing-passing pendek yang
cepat dari kaki ke kaki, pergerakan 2nd line, mengisi ruang, dan dua
wing yang siap membantu ketika bertahan dan menyerang.
Dengan variasi
permainan seperti ini, Ia isi komposisi tim dengan pemain-pemain yang tak hanya
mengandalkan tehnik baik namun juga fisik yang prima, karena fleksibilitas
permainan yang kerap terjadi pada formasi 3-4-3 Mazzarri, menuntut pemain harus
memiliki itu, dibarengi dengan disiplin yang baik.
Mazzarri
jelas memahami berbagai macam terapan skema, dan kemampuannya untuk mengedukasi
pemain-pemainnya tentang sistem permainan yang berbeda-beda jelas menunjukkan
kualitas seorang Mazzarri.
Dengan
melihat komposisi pemain Napoli dari beberapa tahun sejak dilatih Mazzarri kita
akan lihat keteguhan seorang Mazzarri dalam menentukan skema yang ia yakini tak
hanya mampu membawa Napoli ke level yang lebih tinggi, tapi juga bertahan pada
level itu, dan sejauh ini itu terbukti.
Keteguhan itu
bisa kita lihat tidak hanya dari pemain yang selalu mengisi line-up tapi juga
pemain-pemain yang didatangkan untuk menambal yang pergi. Kehilangan Gargano,
mereka membeli Behrami dan Donadel, melepas Lavezzi, mereka mendatangkan Pandev
dan calon bintang masa depan, Insigne, yang punya karakter yang sama. Semua
harus sesuai dengan kebutuhan dan skema Mazzarri, dan bahwa transfer pemain tak
boleh sia-sia.
Strategi
yang ia terapkan, jelas terlihat dari karakter pemain yang ada, lihatlah ketangguhan
De Sanctis di bawah mistar, lihatlah otot-otot Campagnaro, Britos, Rolando dan Cannavarro
di belakang, tenaga kuda Inler, Maggio, Dzemaili, Donadel, Behrami, kecepatan
Zuniga, Insigne, Armero dan Pandev, serta fisik prima yang ada pada trequartista
Marek Hamsik dan juga dimiliki oleh finisher kelas ulung Edinson Cavani di
depan. Semua terencana, semua harus sesuai dengan apa yang ada di kepala Mazzarri.
Cesare
Prandelli punya pandangan yang sempurna soal Mazzarri, “apa yang hebat dari Mazzarri adalah dia mampu mengeluarkan semua potensi
pemainnya tanpa merusak struktur dasar tim, bila anda memiliki system permainan
yang dipercaya semua pemain, maka ini adalah hasil yang bisa dicapai.”
Dan musim
ini, Napoli akhirnya sungguh-sungguh menunjukkan keseriusannya untuk kembali
sebagai klub besar Italia, mereka tepat di bawah Juventus dalam persaingan
merebut scudetto (tertinggal 4 poin), yang
berarti mengungguli klub-klub besar lainnya. Dua klub asal Milan dan dua klub
asal Roma yang selama ini selalu jadi unggulan.
Memenangi 9
partai kandang, 3 kali imbang, dan hanya sekali kalah. Lawatan away mereka juga
cukup baik, dengan 6 kemenangan, 3 kali imbang, dan hanya 2 kali kalah (dari
Juve dan Inter). Catatan impresif lainnya adalah menghajar kuda hitam Palermo,
home-away dengan total 6-0 dan penguasa-penguasa kota Roma, Lazio 3-0, A.S.Roma
4-1, keduanya di san paolo. Napoli jelas adalah pesaing utama dan satu-satunya,
Juventus dalam perburuan scudetto musim ini.
Bagi saya, Walter
Mazzarri adalah sosok yang tepat menukangi klub besar yang sudah “tak sabar”
untuk segera kembali ke singgasananya, setelah cukup lama tertidur.
Di tahun
terakhir masa kontraknya ini, publik Naples, mungkin sedang harap-harap cemas,
akan kehilangan sosok seperti Mazzarri, namun sepertinya kata-katanya ini bisa
mereka pegang,
“aku tak merasa perlu melatih klub
seperti Juve, Milan atau Inter untuk membuktikan apa yang telah aku capai. Aku
mengerti kalian normalnya ingin meraih lebih dengan bergabung dengan klub-klub
besar itu, tapi menang adalah soal lain, sanggup menyelamatkan Reggina dari
degradasi dengan banyak pengurangan poin juga berarti lebih bagiku”.
“Mazzarri adalah Tuhan dengan mantel
hitam, Ia membuat semua orang percaya bahwa Naples lebih baik dari kota manapun
soal sepakbola”.
Siapa pernah mengatakan ini ya? Siapapun, anda setuju?